Rabu, 27 Juni 2012

UFO Menurut Islam (Tribun Kaltim)

Oleh: Uki M Kurdi, Direktur Tribun Kaltim (Sumber)

SELAMAT hari Jumat. Marilah kita saling mengingatkan untuk dapat mencapai pribadi yang muttaqien. Yaitu pribadi mulia yang secara istiqomah (konsisten) selalu menggapai derajat takwa yang berkualitas. Salah satu indikator takwa berkualitas bisa diukur dari sejauh mana kita selalu bertasbih (membenarkan kebesaran Allah ta'ala).

Dalam kurun sepekan yang lalu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  dihebohkan oleh dua fenomena alam yang misterius. Dalam bahasa populer fenomena itu disebut crop circle (pola lingakaran tanaman yang teratur). Crop circle pertama terjadi sebuah hamparan sawah padi di Kabupaten Sleman, dan dua hari kemudian muncul lagi di Bantul.

Ada yang menganggap terjadinya crop circle disebabkan oleh pendaratan UFO (Unidentified Flying Object). Juga ada yang mayakini bahwa setiap crop circle mengandung arti tertentu atau pesan khusus yang disampaikan makhluk asing luar angkasa. Tapi ada pula kelompok masyarakat tertentu yang tidak percaya pada fakta crop circle terkait dengan UFO, mereka mayakini itu sebagai ulah tangan manusia.

Dalam konteks masyarakat madani secara internasional, pro-kontra menyangkut UFO memang belum tuntas hingga hari ini. Sebagian ilmuwan yang tidak percaya pada UFO karena mereka berpegang pada kaidah-kaidah ilmiah. Yang disebut ilmiah bagi mereka adalah segala sesuatu --tentang alam-- yang bisa dibuktikan secara faktual-empirik. Sejauh ini keberadaan UFO memang belum bisa dibuktikan secara faktual-empirik.

Sedangkan bagi ilmuwan modern yang percaya bahwa fenomena UFO juga masuk dalam kategori ilmiah, karena mereka berpegang pada prinsip-prinsip ilmiah yang lain. Prinsip itu menyebutkan bahwa sesuatu fenomena alam bisa pula disebut ilmiah asal bisa dibuktikan kebanarannya dengan pembuktian yang nonfaktual-empirik.

Bagi saya, kedua aliran ilmiah tersebut sama-sama benar dalam melihat fenomena UFO. Karena, ilmu pengetahuan memang selalu berpegang pada prinsip bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak, kebenaran itu sangat bersifat relatif. Yang penting bagaimana kita menggunakan akal pikiran yang diberikan oleh Allah SWT untuk menguak seluruh potensi alam ciptaan Tuhan --termasuk yang masih tergolong misteri-- agar iman dan takwa kita semakin berkualitas.

Pertanyaannya bagimanakah Islam memandang UFO? Mohon maaf, sama sekali tidak dengan niatan untuk merendahkan ajaran agama-agama lain, namun saya bisa sampaikan bahwa beruntunglah mereka yang beragama Islam, dalam konteks menyikapi polemik ilimah tentang makhluk yang dalam khazanah ilmiah disebut 'benda terbang tak teridentifikas'i tersebut.

Setidaknya ada dua alasan untuk mengatakan bahwa umat Islam sejatinya sangat siap untuk menerima dan mengakui fenomena UFO. Alasan pertama, dari sisi iman. Kita --umat Islam-- diajarkan dengan dua prinsip yaitu makhluk dan kholik. Tuhan Yang Maha Esa adalah Sang Kholik (Pencipta). Di luar itu, seluruh yang ada di bumi dan langit adalah makhluk. Jadi, UFO entah dia itu makhluk luar angkasa atau makhluk bumi, tetap saja adalah makhluk Tuhan.

Alasan kedua, al-Quran sangatlah lengkap memberikan petunjuk-petunjuk tentang adanya makhluk yang hidup di luar bumi, yang tentunya bermakna dia bukanlah sejenis manusia. Tidak saja tentang eksistensi makhluk yang hidup di luar bumi, al-Quran juga memberi petunjuk-petunjuk tentang kendaraan yang digunakan oleh makhluk-makhluk tersebut.

Dalam perspektif ini tentunya UFO bisa kita kategorikan sebagai makhluk Tuhan di luar manusia yang hidup di suatu tempat, entah di luar angkasa sana atau mungkin di bumi. Allah SWT berfirman, "Dan diantara ayat-ayat-Nya adalah menciptakan langit dan bumi. Dan makhluk-makhluk hidup yang Dia sebarkan pada keduanya.  Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (QS 42:29)

Yang jelas, kita umat Islam memang diwajibkan untuk percaya pada hal-hal yang nyata dan yang ghaib. Hal-hal yang ghaib misalnya makhluk yang kasat mata seperti malaikat, setan, jin, dan dajjal. Bila manusia diciptakan Tuhan dari tanah, malaikat dari cahaya, maka jin dan setan diciptakan Allah dari api.

Secara ilmiah kita bisa mengkritisi bahwa makhluk Allah yang terbuat dari cahaya dan api tentunya memiliki hukum-hukum tersediri yang terkait dengan alam semesta. Argumen ini untuk menegaskan bahwa manusia hanya bisa hidup dengan mudah di bumi. Malaikat, bisa hidup di bumi dan langit.   Sedangkan setan dan jin bisa hidup di bumi dan mungkin saja bisa hidup di luar bumi.

"Kepada Allah sajalah bersujud semua makhluk hidup yang berada di langit dan di bumi dan para malaikat, sedang mereka (malaikat)  tidak menyombongkan diri. (QS 16:49) Lantas, bagaimanakah halnya dengan polisi yang saat ini menyibukkan diri dengan mencari-cari calon terdakwa yang diduga telah merusak tanaman padi di sawah petani korban crop circle? Dari semangat ilmiah dan tuntunan ajaran Allah SWT, kiranya tindakan polisi itu tergolong negatif.

Kenapa? Karena sesungguhnya kita bisa merujuk fenomena crop circle di Sleman dan Bantul tersebut dari sisi positive thinking. Artinya mungkin saja itu hasil karya makhluk luar angkasa UFO yang sedang mengajarkan kepada kita semua untuk selalau bertasbih kepada Allah SWT.

"Bertasbihlah bagi-Nya planet-planet, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Bahwa mereka itu hanya tasbih dengan memuji Dia, tetapi kamu tidak mengerti caranya mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS  17:44)

Jadi, marilah kita jadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak malas berpikir. Apalagi mayoritas penduduk bangsa ini adalah muslim yang ajaran agamanya sangat mendorong untuk membuka ruang bagi tumbuh dan berkembangnya kajian-kajian ilmiah termasuk kajian atas fenomena segala makhluk Tuhan yang ghaib, semacam UFO misalnya.

Pembaca yang saya hormati. silakan melanjutkan membaca berita-berita sajian Tribun Kaltim edisi hari ini. Kami berharap kiranya sajian kami selalu menjadi inspirasi untuk kemajuan masyarakat Kaltim di segala bidang. Termasuk menjadi inspirasi bagi tumbuh dan berkembangnya iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang berbasis pada iman dan takwa.
Salam. (*)

Editor : Fransina
Sumber : Tribun Kaltim

Petunjuk Al-Qur’an Tentang Makhluk Berakal di Luar Planet Bumi (PengajianBremen)

Oleh: Bpk. Yudi N. Ihsan (sumber)

Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar sepanjang masa. Pertamakali dibukukan di jaman Khalifah Abu Bakr, lalu pembukuannya disempurnakan di jaman Khalifah Umar bin Khathab. Sedangkan di jaman Khalifah Utsman mulai ditetapkan bentuk hurufnya serta diperbanyak sehingga dikenal istilah Rosam Utsmani. Ilmu tata bahasa al-Qur’an (nahwu dan sharaf) mulai diperkenalkan di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib.

Salah satu keistimewaan al-Qur’an adalah memungkinkan penafsirannya yang terus berkembang dan selalu up to date. Salah satu contohnya adalah yang terdapat di dalam surat Ar-Ra’du (13) ayat 15.
Dan hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) “Man” yang ada di langit dan di Bumi, baik dengan kemauan sendiri (taat), ataupun terpaksa, begitupula bayang-bayangnya (ikut sujud) di pagi dan petang hari (QS 13:15).

Ayat tersebut menjelaskan adanya “Man” di langit dan di Bumi. Lalu siapakah yang dimaksud “Man” di dalam ayat ini?

  1. Di dalam tata bahasa al-Qur’an (arab) “Man” menunjukan makhluk yang diberi akal. Sedangkan makhluk berakal yang diciptakan Allah swt ada 4, yaitu: Malaikat, Iblis, Jin, dan Manusia. Oleh sebab itu makhluk-makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, atau benda mati tidak bisa disebut “Man” tetapi disebut “Maa”. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka “Man” bermakna “Siapa” dan “Maa” bermakna “Apa”
  2. Ciri-ciri “Man” yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah:
    a) Sujud dengan taat kepada Allah;
    b) Sujud dengan terpaksa kepada Allah; dan
    c) Memiliki bayang-bayang.
    Ayat tersebut berbunyi: Walillahi yasjudu Man fi ssamaawaati wal ardhi, jika diterjemahkan menjadi: Dan kepada Allah “Man” di langit dan di Bumi bersujud/beribadah. Itu bunyi paraghraf pertama dari ayat tersebut. Paraghraf ini menjelaskan adanya “Man” di langit dan di Bumi yang bersujud/beribadah kepada Allah. Lalu dilanjutkan dengan kalimat: Thou’an wa karhan wa dzilaluhum…., jika diterjemahkan menjadi: Taat, dan terpaksa, dan bayang-bayang mereka…… Paraghraf ini menjelaskan cirri-ciri “Man” yang dimaksud pada paraghraf pertama. Bahwa sujud/ibadahnya si “Man” yang dimaksud di atas kadang kala taat, kadang terpaksa, dan mereka memiliki bayang-bayang
  3. Perlu diketahui lagi bahwa kata As-samaawaati pada ayat tersebut berbentuk jamak. Sehingga menjadi petunjuk bahwa “Man” yang berada di luar planet Bumi akan tersebar di banyak planet lain
  4. Jika melihat ciri-ciri tersebut diatas maka tidak mungkin yang dimaksud “Man” di dalam ayat tersebut adalah Malaikat, karena Malaikat selalu patuh kepada Allah, tidak pernah terpaksa, dan tidak memiliki bayang-bayang
  5. Juga tidak mungkin yang maksud “Man” di dalam ayat tersebut adalah Iblis, karena Iblis tidak pernah taat kepada Allah serta tidak memiliki bayang-bayang
  6. Dan tidak mungkin pula yang dimaksud “Man” di dalam ayat tersebut adalah Jin. Walaupun ada Jin yang taat dan terpaksa, tetapi Jin tidak memiliki bayang-bayang
  7. Maka yang dimaksud dengan “Man” pada ayat tersebut adalah makhluk seperti manusia. Yaitu mahkluk yang kadang kala taat, atau terpaksa serta memiliki bayang-bayang. Oleh sebab itu, ayat tersebut menjadi petunjuk adanya makhluk berakal seperti manusia di luar planet Bumi.
Disamping “Man”, di luar planet Bumi pun Allah swt pun menciptakan “Maa” dari kelompok binatang melata. Sebagaimana firman Allah swt di dalam surat An-Nahl (16) ayat 49.

Dan hanya kepada Allah-lah sujud “Maa” yang melata yang ada dilangit dan “Maa” yang melata yang ada di Bumi. Dan para Malaikat, dan mereka tidak menyombongkan diri. (QS 16:49).

Ayat tersebut menjelaskan adanya “Maa” dan “Malaikat” di langit dan di Bumi yang selalu sujud kepada Allah serta tidak sombong. Pada ayat ini tidak ada istilah terpaksa, sebagai bukti bahwa Malaikat dan “Maa” selalu sujud dengan taat kepada Allah swt.

Mengakhiri pembahasan tentang makhluk di luar Bumi maka silahkan simak firman Allah swt di dalam surat Asy-Syura (42) ayat 29.

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah menciptakan langit dan Bumi dan “Maa” yang melata yang Ia sebarkan pada keduanya. DAN IA MAHA KUASA UNTUK MENGUMPULKAN (MEMPERTEMUKAN) SEMUANYA (MAKHLUK LANGIT DAN BUMI) APABILA IA BERKEHENDAK (QS 42:29).

Ayat tersebut menjadi petunjuk adanya kemungkinan pertemuan (interaksi) antara manusia yang ada di langit dengan manusia yang ada di Bumi bahkan kemungkinan saling berjodoh, tentunya jika Allah swt sudah berkehendak. Wallahu a’lam bishowab.

Sumber: Blog Pengajian Bremen

Senin, 18 Juni 2012

Beberapa Kemungkinan Identitas dan Asal-Usul UFO & Alien dalam Islam

Seiring ketertarikan mengenai kemungkinan terdapatnya informasi mengenai identitas dari UFO & Ufonaut di dalam sumber-sumber literatur Islam, terutama Al-Qur'an dan Hadist, penulis menggagas berdirinya grup Islamic UFO di Facebook untuk mendukung proses pengkajian ini. Sebagai anggota awal ditarik anggota-anggota diskusi dari grup BETA-UFO yang memiliki ketertarikan dalam topik UFO & Islam.

Alhamdulillah, dalam waktu relatif singkat sudah tersusun beberapa hipotesa awal mengenai identitas UFO seperti terurai di bawah ini. Hipotesa-hipotesa ini ini diambil dengan berasumsi bahwa fenomena UFO adalah nyata, UFO bukan buatan Manusia Bumi, dan Ufonaut (pengendara UFO) adalah mahluk cerdas yang berasal dari luar planet Bumi, sehingga sejajar dengan istilah "Aliens" dalam terminologi populer.

Hipotesa Identitas dan Asal-Usul UFO & Alien dalam Islam

01. Bani Adam Hypothesis (BAH)

BAH menduga bahwa Aliens adalah manusia keturunan Adam AS yang pada suatu masa di jaman silam memperoleh teknologi perjalanan luar angkasa, kemudian mengkolonisasi planet lain di luar angkasa dan berevolusi di sana. Dugaan ini sendiri muncul dengan banyaknya ditemui Alien yang memiliki wujud mirip manusia, terutama dari jenis "Nordic".

Hipotesa ini muncul dengan axiom bahwa Adam AS adalah manusia cerdas pertama di alam semesta, bukan hanya di planet Bumi, dikaruniaiNya rahasia teknologi sejak masa awal diciptakan, mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, juga mengartikan status Islam sebagai "rahmat bagi segenap alam" sebagai indikasi bahwa Islam diturunkan di Bumi, namun berlaku universal hingga ke planet-planet lain.

Hipotesa ini menduga bahwa pada suatu masa di masa lampau Manusia Bumi telah menguasai teknologi penjelajahan angkasa, dan sebagian dari mereka sekarang telah menjadi ras yang mampu bepergian antar galaksi.

02. Pre Human Hypothesis (PHH)

PHH menduga bahwa Aliens adalah mahluk mirip manusia yang Allah SWT telah ciptakan sebelum Adam AS, mengacu diantaranya pada QS 02:30 dimana Malaikat terlibat dialog dengan Allah SWT, dengan indikasi seakan-akan pada masa tersebut telah ada stereotyping untuk mahluk dengan desain mirip Manusia yang hendak Allah SWT ciptakan sebagai khalifah di Bumi tersebut.

Hipotesa ini muncul dengan penafsiran bahwa QS 02:30 secara spesifik mengkisahkan penciptaan Manusia sebagai manusia pertama di planet Bumi, namun bukan di alam semesta, dan menyempitkan arti dari "Manusia" dalam kosmologi Islam sebagai Homo Sapiens (manusia modern). Adapun pemahaman dari hipotesa ini mengenai kesempurnaan manusia adalah lebih terkait kepada desain dan proses penciptaan, namun diluar dari itu manusia sangat bergantung pada ikhtiar untuk mencapai kemajuan, termasuk dalam hal penguasaan teknologi.

Hipotesa ini beranggapan adanya jejak penguasaan teknologi tingkat rendah oleh ras-ras manusia selain Homo Sapiens (Cro Magnon, Homo Neandethal, dll.) sebagai indikasi bahwa Adam AS bukanlah Manusia cerdas (bisa berpikir) pertama di Bumi sekalipun, namun suatu ras manusia baru yang disempurnakan, yang didaulatNya untuk menjadi khalifah (pemimpin, pengelola) dari planet Bumi.

03. Dabbah Hypothesis (DH)

DH menduga Aliens adalah salahsatu jenis "dabbah" yang Allah SWT sebutkan beberapa kali di dalam Al-Qur'an, namun tidak dijelaskan lebih spesifik karakteristiknya, serta termasuk dalam jenis ciptaan Allah SWT yang kita hanya diberikanNya sedikit saja informasi mengenai keberadaannya.

04. Man Hypothesis (MH)

MH menduga Aliens adalah "man" dalam bahasa Al-Qur'an sebagaimana tercantum salahsatunya dalam QS 13:15. Walaupun "Man" kemungkinan besar termasuk "dabbah", namun ia memiliki pengertian yang lebih spesifik, yaitu mahluk cerdas yang diberikan Allah SWT akal pikiran, tuntunan Dien (Agama), kewajiban beribadah, serta kemampuan untuk memilih.

05. Jin Hypothesis (JH)

JH menduga Aliens adalah kalangan Jin yang memiliki teknologi tinggi, sebagaimana tersirat dalam tafsir dari ayat-ayat Al-Qur'an mengenai kemampuan kaum ini dalam menuntaskan beragam pekerjaan canggih pada masa kerajaan Nabi Sulaiman AS.

06. Permanent Ghaib Hypothesis (PGH)

PGH menduga kalau fenomena UFO & Alien adalah satu dari apa yang Allah SWT firmankan bahwa Allah menciptakan apa yang manusia ketahui, dan tidak ketahui; dan dalam hal ini akan tetap tidak manusia ketahui, hingga akhir masa nanti.

07. Satanic Trick Hypothesis (STH)

STH menduga fenomena Alien & UFO itu sebenarnya tidak nyata, dan keseluruhan fenomena UFO adalah sekedar tipu-daya Iblis dan Setan.

Hipotesa ini muncul karena tidak adanya ayat-ayat Al-Qur'an yang secara spesifik menyatakan adanya mahluk cerdas lain selain manusia di luar angkasa sana.

Hipotesa ini juga dipengaruhi kuat oleh karya-karya penulis Islam yang banyak mengkaitkan fenomena UFO dengan Jin, Segitiga Bermuda, dan bahwa kerajaan Iblis terletak di Segitiga Bermuda, sehingga muncul anggapan bahwa keseluruhan fenomena UFO tak lain adalah tipuan Iblis dengan kaki-tangannya para Setan, untuk menyesatkan ummat manusia dengan beragam informasi tak benar yang terkait dengan fenomena ini.

Penutup


Secara umum BAH, PHH, DH, MH, JH, mengartikan "samaa" dan "samawaat" bukan sebagai "langit (surga)" dan "bumi (dunia)", namun lebih kepada "langit (atmosfer)" dan "planit berpenghuni", sedangkan PGH dan STH keduanya bersifat pro-status-quo yang mendukung tidak perlunya fenomena UFO ini dipelajari.

Adapun keseluruhan hipotesa ini masih merupakan "Work in Progress (WIP)", alias pekerjaan yang masih dalam proses, dan belum merupakan hasil akhir. Sebagaimana fitrahnya pengembangan suatu hipotesa dalam suatu penelitian ilmiah, maka sebagian dari hipotesa ini akan gugur, sedangkan sebagian lainnya mungkin akan bisa dikembangkan menjadi suatu teori, atau postulat; atau semuanya salah total. (byms)

Sumber tulisan: https://www.facebook.com/groups/islamicufo/326654534062682/