Fenomena penampakan UFO dan teori yang berkembang dibaliknya merupakan topik yang misterius. Walaupun setelah berpuluh tahun fenomena ini dipelajari, tidak banyak kesimpulan yang bisa diambil. Hal ini terjadi karena miskinnya data penampakan atau perjumpaan dengan UFO yang bisa dijadikan acuan, serta kecenderungan reaksi negatif dari pihak yang berwajib, masyarakat ilmiah, maupun masyarakat umum.
Jangankan berbicara soal melihat penampakan UFO, kepercayaan bahwa UFO itu sendiri ada, seringkali sudah cukup untuk dijadikan bahan olok-olokan. Pihak berwajibpun tak jarang mendiskreditkan saksi yang melaporkan telah melihat UFO, dengan menganggap mereka hanyalah mengalami halusinasi, memiliki masalah penglihatan, salah mengidentifikasikan hal sederhana (burung terbang, planet Mars, dll.), atau alasan-alasan lainnya yang terkesan dipaksakan (gas rawa, lumba-lumba melompat tinggi, dll.). Hal-hal seperti ini tak jarang membuat ciut nyali saksi mata perjumpaan UFO untuk menceritakan pengalaman mereka, hingga memilih untuk bungkam atau pura-pura tak peduli. Kondisi ini tentu saja menyulitkan peneliti dalam mendapatkan laporan berharga dari kasus-kasus perjumpaan yang benar-benar terjadi.
Kondisi yang buruk ini seringkali ditambah runyam lagi dengan reaksi dari beragam UFO-believer yang kadang melakukan hal-hal ganjil atas nama UFO. Di negara AS misalnya, pada tahun 28 Maret 1997 muncul kegemparan atas aksi bunuh diri yang dilakukan 39 orang pengikut sekte “Heaven’s Gate”, yang mengaku telah mendapat wangsit dari tuhan. Mereka percaya jiwa mereka akan dibawa meninggalkan dunia menuju surga dalam sebuah pesawat ruang angkasa pada waktu yang ditetapkan. Kejadian semacam ini telah menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat umum dan khususnya pihak berwajib. Secara otomatis hal semacam ini juga telah membuat suasana penelitian serius di bidang Ufologi semakin mengeruh.
Bagaimana situasinya di Indonesia? (bay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar